Wednesday, December 26, 2012

Ternyata Kita (Masih) Suka Mainan

Mengutip sebuah iklan: menjadi tua itu pasti namun menjadi dewasa itu pilihan. Saat ini tidak hanya anak-anak yang suka bermain, namun banyak orang dewasa yang masih bersikap kekanak-kanakan. Banyak orang bertubuh besar masih suka bermain. Jika tidak bermain, paling tidak mereka menggandrungi orang yang sedang bermain.

Lihat  saja. Orang sekarang suka main hp, main gadget, main BB, main iphone, main ipad, main game (online), main facebook, main twitter, main bola, main musik, main film, dan main sinetron (silakan ditambah sendiri). Banyak juga yang suka nonton permainan bola, nonton pemain film, nonton pemain sinetron, nonton pemain musik, nonton lainnya (diteruskan ya).

Produk-produk di sekitar kita pun terkaitan dengan mainan ataupun pemain. Tengok saja, perangkat teknologi banyak mengandung kata mainan. Video player, music player, DVD player, dan beragam player lainnya. Bukankah kata player berasal dari kata play. Sedangkan salah satu arti kata play bermakna bermain. Kata-kata play dan main sudah meliputi kehidupan kita sehari-hari.

Jika menegok pada masa Kekasisaran Romawi, permainan di kala itu taruhannya nyawa. Sudah menjadi kesenangan di zaman itu orang-orang bersorak-sorak ketika melihat manusia diadu dengan singa. Atau juga manusia lawan manusia. Dan tak ada yang keluar permainan kecuali salah satunya pasti mati. Itulah permainan di arena gladiator.

Tidak di zaman dulu ataupun masa kini, semua permainan itu menghabiskan banyak biaya maupun tenaga. Untuk memproduksi sebuah tayangan televisi (siaran langsung) yang berdurasi dua jam pada prime time (pukul 18.00-21.00) membutuhkan dana setidaknya Rp 900 juta (sumber).

Kita akan tercengang kalau tahu berapa dana yang harus dikeluarkan Tv One & Antv untuk membeli hak siar Piala Dunia 2014 kelak. Dua stasiun televisi grup Bakrie itu harus menguras dana Rp 553,86 miliar! (sumber). Bandingkan dengan anggaran pendidikan APBD 2013 Provinsi Bengkulu yang hanya Rp 118 miliar (sumber).

Jangan tanya kalau biaya sebuah produksi sebuah film. Dalam sebuah kesempatan, Ukus Kuswara, Direktur Perfilman Nasional mengungkapkan bahwa biaya produksi sebuah film nasional bisa menyedot dana Rp 5-10 miliar (lihat).  

Jangan bandingkan dengan film Hollywood. Film Titanic yang selama 7 pekan bertengger di puncak box office pada saat peluncurannya menghabiskan dana 200 juta dollar Amerika. Kalikan saja 9 ribu untuk kurs rupiahnya. Dengan sutradara yang sama, Avatar telah menguras dana 237 juta dollar AS plus 9 juta dollar untuk peluncuran ulangnya. Silakan buka wikipedia kalau mau lihat data lengkapnya. Sebuah angka yang sangat fantastis.

Tidak hanya menyedot uang, bahkan mirip permainan gladiator, permainan masa modern pun masih menelan nyawa pula. Masih ingat kejadian tragedi konser Sheila on 7 beberapa tahun lalu yang menewaskan sejumlah ABG? Dan banyak konser musik lainnya yang juga merenggut nyawa penontonnya.  

Padahal semua itu hanyalah mainan saja. Kita seperti lalai bahwa banyak hal yang sangat jauh lebih penting dari semua itu. Dunia pendidikan yang butuh inovasi agar lebih efektif & memanusiakan manusia. Dakwah & syiar agama yang memerlukan pemaknaan kembali agar tidak sekadar ritual belaka. Sumber energi & bahan bakar yang semakin hari semakin menipis. Ekonomi yang masih beraroma riba & manipulatif.

Sektor pertanian yang tiap hari petani ketar-ketir gagal panen karena perubahan cuaca dan pemanasan global. Dunia kerja yang semakin sulit. Kemacetan lalu lintas dan transportasi yang kurang aman. Kerusakan lingkungan hingga menimbulkan bencana dimana-mana. Dan masih banyak lainnya.  

Pantas saja seorang Syekh Yusuf Qardawy khusus menulis sebuah buku tentang keadaan orang sekarang yang seperti tak tahu prioritas hidup. Judulnya Fiqih Prioritas atau Fiqih Aulawiyat terbitan Robbbani Press. Beliau menceritakan betapa lalainya manusia sampai jutaan orang sibuk memperbincangkan kaki dan betis. Maksudnya orang ramai-ramai menghabiskan waktunya untuk tentang gaji pemain sepak bola dan tingkah polah kaum selebritis.   

Manusia sering lalai dan sibuk bermain-main. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu...

...Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS. Al Hadid 20-21). 

Jika mentadabburi surat Al Qashshash, semestinya kita paham bahwa sesungguhnya fokus utama kita adalah akhirat, dan dunia itu hanya sisipan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashshash 77).

Jadi Allah swt memerintahkan untuk all out meraih akhirat. Sedangkan untuk dunia, asal kita tidak terlantar, sebenarnya sudah cukup. Bukan sebaliknya. Sebab mementingkan kehidupan dunia merupakan sumber utama kerusakan diri & umat. Korupsi, riba, zina, pembunuhan, dll merupakan buah dari desakan hawa nafsu & kecintaan dunia yang berlebihan.

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An’aam ayat 32)  

Kita memohon kepada Allah swt. agar menetapkan hati kita untuk teguh di jalan hidayah bukan jalan mainan yang membawa pada kesesatan. Robbana la tuzigh quluubana ba'da idz hadaitana wa hablana milladunka rohmatan innaka antal wahhab 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)" (QS. Ali Imran 8). Amin.{}

No comments: