Saturday, July 8, 2017

Ugi Suharto (Dosen Ahlia University, Bahrain) | “Jangan Remehkan Potensi Muslim, Walau Hanya Nama”

Setiap jengkal bumi Islam dan setiap potensi yang ada dalam diri setiap muslim harus mampu dimanfaatkan. Itulah pesan Dr. Ugi Suharto, pakar peradaban & pemikiran Islam. Ini ia sampaikan dalam diskusi yang dihelat Institut Pemikiran & Peradaban Islam Surabaya (INPAS) dan Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jawa Timur pada Syawal 1434 H lalu di Surabaya.

Kedatangannya ini bersamaam mudik lebaran. Saat ini, Ugi menetap di luar negeri. Ia mengajar Ahlia University, Bahrain sebagai associate professor serta International Islamic University Malaysia (IIUM).


Meski punya spesialisasi ekonomi syariah, Ugi juga dikenal sebagai dosen lintas sektoral. Ia sering menjadi narasumber diskusi peradaban & pemikiran. Ia menguasai bahasa Arab, Inggris, Perancis, Jerman, Persia dan juga sedang mempelajari bahasa Latin kuno.
 
Ia mengingatkan para dai bahwa seorang muslim yang hanya menyisakan nama pun masih menyimpan potensi. Walaupun dia telah banyak meninggalkan syiar Islam, tetap saja seorang muslim masih punya potensi membangun Islam, ungkap pria yang menempuh S1 hingga S3 di IIUM ini.

Visi Fadlan Rabbani Garamatan, Siapkan Kado HUT RI ke-100 dengan Generasi Qurani

“Kami tidak mengutus engkau melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.” Inilah tujuan bagi dakwah Islam. Itu pula yang diyakini Fadzlan Rabbani Garamatan, seorang dai asal tanah Papua. Di internet, nama Fadzlan Garamatan identik dengan sebutan ustadz sabun mandi.


Ia bercerita asal mula sebutan itu saat tim YDSF berkunjung ke Ponpes Nuu Waar yang ia pimpin di kawasan Setu, Bekasi pada akhir Desember lalu. “Kita harus berdakwah sesuai keadaan setempat. Kondisi alam di Irian memang begitu. Orang pedalaman butuh waktu 10 hari dari pedalaman ke kota terdekat. Maka, pakaian adalah hal yang langka di sana saat itu,” ucap Fadzlan ketika mengenang awal dakwah pada era 1980an.

Selain itu, Fadzlan mengungkapkan bahwa pihak misionaris menanamkan pemahaman bahwa koteka itu pakaian kebudayaan yang mahal harganya. “Ada upaya-upaya agar masyarakat Irian tetap bodoh, miskin dan tertinggal. Tujuannya agar potensi alam di sana bisa terus mereka kuasai,” tegasnya.

Mengenang KH. Muammal Hamidy | Pernah Mengenyam Pendidikan di Lima Ormas Islam

(KH. Muammal Hamidy,  1 September 1940- 14 April 2015)  
Ustadz Muammal Hamidy adalah Pimpinan Pesantren Tinggi Ilmu Fiqih dan Dakwah Ma'had Ali, Bangil, Kabupaten Pasuruan. Almarhum dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah Jawa Timur.


Muammal Hamidy terlahir di Desa Sedayu Lawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan pada 1 September 1940. Mental dan sikap keagamaannya terbentuk dari lingkungan keluarganya yang santri.




Muammal kecil menghabiskan lebih banyak waktunya untuk belajar ngaji di langgar. Sejak menginjak usia SD, bersama bocah-bocah desa lainnya, Muammal sudah mulai tidur di langgar. Hanya ketika bulan puasa, saya pulang untuk sahur. Setelahnya, ya kembali lagi ke langgar, ujarnya. Dengan membaca oncor, Muammal meniti jalan setapak desa yang gulita itu.

Waktu itu, langgar adalah pusat kegiatan bocah-bocah di kampungnya. Selain aktif belajar di Langgar Kyai Basyarun, dia juga aktif di Langgar Kyai Khudlori. Ngaji, belajar ilmu umum, mandi, dan tidur pun di langgar, terangnya. Kalau tidak mengaji di langgar, saya pasti dipukul orangtua, tambahnya.

Karena tiap hari hidup di langgar, maka wajib baginya untuk ikut merawat. Kami semua mendapat giliran jadwal mengisi bak mandi, tutur putra pasangan H. Munawar dan Mariyah ini. Muammal juga bersekolah di SR (Sekolah Rakyat). Ketika terjadi Agresi Militer Belanda kedua di akhir 1948, sekolahnya terhenti.

Amjad Khalifa (Imam Masjid Umari, Gaza City) Berharap Indonesia Jadi Teladan Mendukung Palestina

Membela dan membebaskan Masjid Al Aqsha merupakan sebuah kemuliaan, bukanlah beban. Itulah yang dirasakan Amjad Khalifa, salah satu imam masjid Masjid 'Umari Al-Kabir, Gaza City. Masjid ini termasuk masjid yang punya sejarah panjang bumi Palestina. Kunjungannya ke Indonesia kali ini atas undangan Sahabat Al Aqsha, sebuah LSM Indonesia yang aktif memberi dukungan moril dan materi bagi muslim Palestina.


Dalam silaturimnya, Amjad menuturkan bahwa membebaskan Masjid Al Aqsha bukan hanya tanggung jawab muslim Palestina, namun menjadi tugas seluruh muslim sedunia. Kami percaya sebuah hadits Nabi saw. Bahwa tinggal di wilayah Syam ini (kini Palestina, Suriah dan sekitarnya, Red.) sudah mendapat pahala berjaga di perbatasan. Maka kami bangga untuk sementara ini bisa mewakili umat muslim untuk memperjuangkan wilayah ini, tuturnya saat berkunjung ke YDSF pada Ramadhan lalu. 

Bagi muslim Palestina tidak ada beban sama sekali selama berjuang melawan penjajah Israel. Pilihannya hanya dua: kami menang atau mati syahid. Dua-duanya sama baiknya. Kami semua yakin suatu ketika seluruh wilayah Pelestina akan bebas dari cengkeraman Zionis, jelas musyrif (pengajar) di sebuah lembaga (mirip pesantren) penghafal Al Quran musim panas di Gaza.