Wednesday, June 15, 2011

Mau Jadi Orang Shalih Seperti Apa Kita?

Bila langkah kaki kita salah, kita sendirilah yang akan bertanggung jawab. Jika karya kita buruk, kita sendirilah yang akan di-hisab (dihitung). Saat perut kita serakah, kita sendirilah yang akan memuntahkannya kelak di akhirat. Kalau kita lengah, kita sendirilah yang meratapinya di hari kiamat kelak.

Itulah yang sejak dulu dipahami orang-orang shalih, yang pernah singgah dan berjaya di muka bumi ini dengan keshalihannya. Kepada mereka, kita sampaikan doa dan penghormatan. Lalu bertekadlah bulat-bulat, bagaimana agar kita setegar mereka.

Suami shalih

Ibrahim as merupakan sosok suami shalih yang dikisahkan Al-Qur’an. Selain sibuk berdakwah dengan segala kiatnya, ia juga sangat mencintai keluarganya. Karenanya, ketika ia harus meniggalkan Hajar, istrinya, ia pasrahkan istrinya kepada Allah. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak punya tanam-tanaman di dekat rumah engkau (Baitullah) yang dihormati.” (QS Ibrahim 37).

Pelajaran: Dengan keshalihan yang handal, Ibrahim membangun logika terbalik. Ia justru memohon buah-buahan padahal sebelumnya ia berkata bahwa di tempat istrinya itu tidak ada tanaman. Bagaimana ada buah tanpa ada tanaman? Ibrahim yakin semua itu mudah bagi Allah. “…dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim 37).

Wanita shalihah

Maryam adalah sosok wanita shalihah yang dikisahkan Alquran. Putri Imran itu selalu menjaga dirinya. Bahkan ia lantas menyepi ke daerah timur menjauhi keluarganya. Ia begitu kuat menjaga kesuciannya dan kehormatannya.

Pelajaran: ketika malaikat membawa perintah dari Allah sekalipun, Maryam masih menggunakan ukuran moral dan keshalihan yang selama ini ia pegang teguh. “Bagaimana aku punya anak padahal aku belum pernah disentuh oleh manusia dan aku bukan pezina?” (QS Maryam 20). Padahal yang datang adalah malaikat mulia dari sisi Allah yang Mahasuci. Bagaimana dengan kita yang godaannya datang dari setan dan bukan malaikat yang membawa benih bayi?

Pemuda shalih

Ashabul Kahfi adalah para pemuda yang lari dari kekejaman penguasa di zamannya, lantaran mempertahankan agama mereka. Hidup di zaman penuh dengan kekafiran. Akhirnya mereka lari ke gua. Dan Allah menidurkan mereka selama 309 tahun. Kisah mereka Allah kabarkan dalam surat Al Kahfi.

Pelajaran: siapa yang konsisten menjaga keshalihan, Allah pasti akan memberi jalan keluar bila keshalihan tersebut mendapat rintangan. Secara teknis harus tetap dicari strategi terbaik. Tapi Allah sendiri telah menjamin, “Sesungguhnya Allah telah membela orang-orang yang beriman” (QS. Al Hajj: 8). Maka, lari meninggalkan keshalihan sama buruknya dengan mencari jalan aman kepada selain keshalihan itu sendiri.

Anak shalih

Ismail as putra Ibrahim as. Prestasi keshalihannya yang paling menonjol adalah sikapnya saat akan disembelih ayahnya. Sebuah ketegaran yang luar biasa. Kepasrahan kepada perintah Allah yang tiada terkira serta bakti kepada orang tua tercinta.

Pelajaran: sabar menjaga keshalihan dan taat kepada Allah akan mendapat balasan yang jauh lebih baik dari kesabaran itu sendiri. Allah mengganti domba untuk disembelih dan menjadikan peristiwa itu sebagai syariat yang kekal hingga kiamat. Bagaimana dengan kita? Bukanlah bentuk ketatan itu kini tidak lagi harus siap disembelih?

Istri shalihah

Istri Fir’aun merupakan teladan istri shalihah. Ia bagian dari keluarga Fir’aun tapi bisa menjadi wanita shalih. Ia juga berperan menyelamatnya Musa as. Semua telah diatur oleh Allah swt. Ia sangat mengharap bisa masuk surga, “Ya Rabb-ku bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkan aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim” (QS At-Tahrim: 11).

Pelajaran: keshalihan tidak tergantung lingkungan, meski lingkungan turut mempengaruhi. Seburuk apapun lingkungan seorang muslimah, tak ada yang beban hidupnya seperti hidup bersama Fir’aun. Tapi istri Fir’aun mampu menjaga keshalihan. Bagaimana dengan kita yang hidup di tengah kaum muslimin?

Penguasa shalih

Tak ada orang yang punya kekuasaan seperti Sulaiman as, bahkan sampai kapan pun. Tapi kekuasaannya itu justru membuatnya semakin shalih. Bukan sebaliknya. Ia berkata, “ini adalah karunia Rabbku, untuk menguji apakah aku bersyukur atau ingkar” (QS. An-Naml: 40).

Pelajaran: Siapapun yang berkuasa di muka bumi ini tidak ada yang bisa menyamai Sulaiman as. Tapi Sulaiman as menjadi penguasa yang shalih. Bagaiman dengan kita? Bila di antara kita ada yang menjadi penguasa, yakinlah bahwa kekuasaan itu tak ada seujung kuku dibanding kekuasaan Sulaiman as. Lalu mengapa mesti sombong dan semena-mena? Tidaklah kita meneladani keshalihan Sulaiman as?

Pejabat shalih

Yusuf as memimpin jabatan yang ‘basah’ tapi tidak terfitnah. Dua hal yang menonjol dari sikap Yusuf as. Pertama, kemandirian. Sejak pertama ia berdiri atas nama dirinya sendiri. Tidak dipengaruhi kepentingan orang lain, apalagi yang kotor. Kedua, ia bekerja profesional, tidak karena kepentingan dan ambisi politiknya.

Pelajaran: keshalihan mutlak diperlukan bagi siapa saja yang memegang amanah atau jabatan tertentu. Keshalihan akan menjadi pebimbing seorang pejabat pada saat banyak benturan kepentingan menggodanya. Bagaimana dengan kita? Seberapa jauh jabatan kita disangga iman yang kuat? Ataukah sekadar wujud keserakahan kita?

Militer/tentara shalih

Thalut diangkat menjadi panglima perang padahal sebelumnya tidak terlalu dikenal, apalagi dikenal kaya. Bani Israel protes. Tapi karena keshalihannya, ilmu, dan kekuatan fisiknya, maka Allah memilihnya (lihat QS. Al-Baqarah 247).

Pelajaran: Keshalihan dan keahlian harus diutamakan dalam memilih pemimpin, bukan senioritas atau popularitas. Keshalihan akan membimbing segi konsepsi dan hukum. Sedang keahlian mengajari strategi dan teknik oprasional. Sejauh mana kita membekali diri dengan keshalihan dan keahlian? Bukankah hidup itu keras dan berat? Bukankah musuh-musuh Islam itu keras dan berat?

Ilmuwan shalih

DzulQarnain terkenal pandai di zamannya. Ia membawa ilmu baru yang belum dikenal oleh penduduk yang tinggal di antara dua buah gunung. Saat itu ada dua bangsa, Ya’juj dan Ma’juj yang suka membuat kerusakan di muka bumi. Dengan izin Allah, Dzulqarnain mampu menumpas mereka dengan ilmu dan keahliannya untuk membuat benteng dari besi dan tembaga. (selengkapnya lihat surat Al-Kahfi 83-98).

Pelajaran: Hanya keshalihan yang mampu mengendalikan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi agar tidak melahirkan kerusakan. Tanpa keshalihan, teknologi bisa jadi hanya akan membunuh, membodohkan, mengeksploitasi, dan juga menghinakan. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita meng-‘Islam’-kan keahlian kita?(sumber: Tarbawi edisi 9 Thn. I).{}

No comments: