Monday, December 30, 2013

Karya Tulis Efektif Mengubah Dunia oleh M. Anwar Djaelani*

Mana karya tulis ulama Indonesia yang berkelas dunia? Demikian gugat Abdul Kadir Baraja lewat tulisannya di Majalah Al-Falah edisi April 2013. Lebih jauh, Ketua Pengurus YDSF itu berseru: “Mari berkarya, mari mendunia” (klik sini untuk artikelnya). Sungguh, seruan ini tak boleh kita abaikan. Mengapa?

Agen Penting
Sejarah mengabarkan bahwa banyak perubahan besar di dunia ini yang dipengaruhi oleh sebuah karya tulis. Terkait ini, ada contoh, sebuah bangsa yang berkondisi buruk berubah menjadi bangsa yang berperadaban. Ada pula sebuah kaum yang sebelumnya berstatus sebagai pihak ‘yang kalah’ berubah menjadi ‘sang pemenang’.

Lihatlah Palestina! Pada 1095 terjadilah Perang Salib. Empat tahun kemudian, Pasukan Salib menang dan menguasai Jerusalem. Hal itu menunjukkan keterpurukan umat Islam. Kondisi itu tak sebentar, sebab berlangsung sampai sekitar 90 tahun.

Imam Al-Ghazali yang hidup di masa itu sampai kepada kesimpulan bahwa itu terjadi karena umat Islam memiliki masalah mendasar yaitu terjadinya kerusakan pemikiran dan diri umat Islam. Aqidah dan kemasyarakatan mereka rusak.

Al-Ghazali berpendapat bahwa yang kali pertama harus dibenahi adalah masalah keilmuan dan keulamaan. Maka, dia-pun menulis kitab Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu Agama). Buku yang ditulis di masa perang itu dibuka Al-Ghazali dengan bab Kitabul Ilmi. Lewat bab ini Al-Ghazali menunjukkan urgensi dan posisi ilmu yang benar.

Singkat kata, buku Al-Ghazali –terutama lewat bab pertamanya- secara cepat mampu mengubah masyarakat menjadi ”beriman, berilmu, dan beramal”. Iman mereka bebas dari berbagai ’penyakit’ karena didasarkan kepada (konsep) ilmu yang benar. Lalu, dengan dasar iman dan ilmu itu lahirlah berbagai amal atau karya-karya terbaik termasuk meningkatnya spirit jihad sebagai bagian dari amar makruf nahi munkar. Maka, kemenangan-pun didapat umat Islam di Perang Salib.

Di dunia Islam, tokoh yang memiliki karya tulis berkategori ’bisa menggerakkan’ tak hanya Al-Ghazali. Tapi, –sekadar menyebut contoh- karya-karya tulis Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad Iqbal bisa pula dicatat sebagai penggerak perubahan ke arah positif.

Kita tahu bahwa jika sebuah karya tulis berhasil menggerakkan dunia untuk berubah, maka pastilah itu terjadi karena sebelumnya telah berhasil pula mempengaruhi pribadi-pribadi dari semua pembacanya. Maka, ada baiknya jika juga disebut contoh karya tulis yang berpengaruh secara khusus di level pribadi-pribadi. Berikut ini contoh kontemporer.

Seorang remaja di sebuah kota besar memutuskan untuk bunuh diri. Dia ngebut naik motor untuk menjemput maut. Setelah sekian lama ngebut, kecelakaan yang diharapkannya tak terjadi. Dia hentikan motornya dan masuk ke toko buku di sebuah mall. Tanpa sengaja dia membaca buku Catatan Hati di Setiap Sujudku karya Asma Nadia. Dia sangat terkesan dengan isi buku itu dan spontan mengurungkankan niatnya untuk bunuh diri. Sebab, “Semangat hidup saya bangkit kembali," kata si remaja.

Seorang remaja lainnya juga sama, nyaris bunuh diri. Dia sudah sempat meneguk cairan pembasmi serangga akibat putus cinta. Tetapi buku Asma Nadia yang berjudul La Tahzan for Jomblo telah “Menyelamatkan saya," tutur remaja itu.

Paparan di atas menunjukkan bahwa karya tulis adalah salah satu faktor terpenting pemicu terjadinya berbagai perubahan di banyak kawasan. Karya tulis kerap menjadi pemicu suatu gerakan pemikiran, keyakinan, dan cita-cita. Penulis mencetuskan ide, lalu menjadi bahan pemikiran banyak orang dan bahkan bisa menjadi pedoman perjuangan bersama.

Ambil Peran
Pertarungan antara yang haq dengan yang bathil akan berlangsung abadi. Untuk itu kaum beriman harus aktif ber-amar makruf nahi munkar, yang salah satu media terbaiknya adalah lewat karya tulis.

Kita harus selalu memperbanyak karya tulis sedemikian rupa karya-karya itu terus bisa mewarnai dunia. Jangan sampai kalah dengan ‘pihak lawan’ yang lewat karya tulis juga terus menjajakan ‘jualan’-nya. Misal, mereka bikin buku-buku soal sekularisme, pluralisme, dan lain-lainnya yang serupa dengan itu. Lewat karya tulis itu, ‘pihak lawan’ berusaha meruntuhkan aqidah umat Islam.  

Alhasil, seorang Muslim yang baik akan selalu merindukan lahirnya karya-karya tulis yang berkategori bisa menggerakkan pembacanya ke arah kebaikan. Maka, di titik ini, ada tantangan: Bisakah kita –Anda dan saya- menjadi penulis dari karya tulis yang dimaksud?

Semoga, seruan Abdul Kadir Baraja yaitu “Mari berkarya, mari mendunia” dapat kita respon secara positif. Caranya, buatlah karya tulis yang berkualitas sehingga bisa menginspirasi banyak orang untuk bergerak dalam bingkai kebaikan. Karya tulis itu akan jauh lebih bernilai jika tak hanya dinikmati masyarakat Indonesia, tapi juga masyarakat dunia. Maukah kita? Bismillah! []

*M. Anwar Djaelani,
penulis buku Warnai Dunia dengan Menulis


Tulisan ini dimuat di majalah Al Falah YDSF edisi Oktober 2013

No comments: