Thursday, January 24, 2013

Resep Prof.Dr.Kudang Boro Menghafal Alquran Di Tengah Kesibukan & Usia Lanjut


Faktor usia dan kesibukan bukan halangan untuk belajar dan menghafal Alquran. Sosok yang satu ini telah membuktikannya. Adalah Prof.Dr Kudang Boro Seminar, M.Sc. Guru Besar Teknik  Teknologi Komputer Institut Pertanian Bogor (IPB) ini punya kesabaran dan komitmen yang patut dicontoh. Ia menceritakan bagaimana ia memulai belajar menghafal Al Quran di usia 40 tahun.

KUDANG memulai dari cerita saat ia pertama kali kuliah S1 di IPB jurusan pertanian pada 1979. Di awal kuliah, ia ikut ujian tulis mata kuliah Agama Islam. Saat itu ada soal hanya diminta menuliskan surat Al Fatihah. “Saya nggak kerjakan. Jadi selama setengah jam saya diam saja,” tuturnya.

Kudang mengaku sejak kecil ia hanya mendapat pendidikan agama hanya di sekolah SD, SMP dan SMA dan Perguruan Tinggi (IPB), sedangkan di rumah belum tumbuh pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga. “Orang tua saya baru masuk Islam setelah saya menyelesaikan tingkat persiapan bersama (akhir semester II pada 1980). Sejak SD-SMA, saya hanya ikut-ikutan saja mengikuti pendidikan agama Islam. Setelah menikah, baru saya belajar membaca al-Qur’an  dari istri yang lebih lebih mahir dari saya,” ungkap pria kelahiran Jember, 18 November 1959 ini.

Awalnya ia merasa cukup belajar mengaji al-Quran kepada sang istri. Kemudian ia mendapat kesempatan studi S2 dan S3 di Kanada pada 1986. “Saya sempat depresi di awal-awal tinggal di Kanada. Jauh dari anak istri. Lalu kultur yang sangat berbeda dengan Indonesia. Belum lagi, ilmu yang saya pelajari menyimpang dari disiplin ilmu sebelumnya. Sarjana saya pertanian. Tapi di Kanada saya memperdalam komputer,” akunya saat bercerita di hadapan jamaah Masjid Ar Rahmah Jln. Teluk Buli Surabaya (12 Januari 2013) lalu.

Alquran=Software Hidup
Dia melihat dekadensi moral yang parah di negeri bagian utara benua Amerika itu. “Saya pernah diminta hadiri pernikahan warga asli. Ternyata mereka sudah tinggal serumah selama delapan tahun sebelum pernikahan. Hidup bebas antara pria dan wanita serta dijual dan digunakannya alat-alat kontrasepsi secara terbuka memang menyuburkan hubungan pria wanita tanpa ikatan pernikahan. Kultur yang serba bebas seperti ini membuat saya stres,” lanjutnya.

Ia kemudian mengibaratkan kehidupan manusia seperti komputer yang baru bisa berfungsi jika dipasang Sistem Operasi atau Operating System (OS) seperti Windows atau Linux. Tanpa OS, komputer ibarat bangkai piranti keras yang tidak bermanfaat. Tingkat kualifikasi dan kehandalan sebuah komputer sangat bergantung pada OS-nya. Semakin handal dan canggih OS-nya, semakin tinggi pula pula kinerja komputer itu.

Jika komputer saja yang merupakan artifak (ciptaan manusia) memerlukan OS, maka tentu manusia sebagai ciptaan (makhluk) Allah memerlukan OS yang jauh lebih handal dan komprehensif. Agar manusia itu bisa menjalankan fungsinya sesuai kehendak Pencipta-nya. “Lalu apakah sistem operasi untuk manusia? Tidak lain adalah agama yang ditetapkan oleh Allah swt. yang termaktub dalam Kitabullah (al-Quran) dan sunnah Rasulullah saw,” bebernya.

Tanpa sistem operasi, itu manusia ibarat hewan (akhlak & perilakunya), seperti firman-NYA, “...Mereka itu ibarat binatang ternak, bahkan lebih buruk lagi...” (QS. Al A'Raaf (7):179). Kualifikasi (kemuliaan) manusia di mata Allah tergantung pada seberapa besar muatan agamanya tertanam atau ter-install pada dirinya,” ulasnya.

Dengan itulah ia bertekad untuk memperdalam agama Islam yang inti sarinya ada di al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia mengutip firman, “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian” (QS. Al Isra 82). 

Pucuk di cinta ulam tiba. Di Kanada, ia kenal dengan seorang hafidz Al Quran asal Sudan. “Namanya Yahya Fadhlala. Dia kokoh dalam beragama dan telah menikah dengan warga asli Kanada yang telah terbimbing berbusana dan berbudaya muslimah. Malah istrinya itu lebih islami ketimbang kebanyakan muslimah Indonesia saat itu. Hal ini menambah motivasi bagi saya untuk belajar agama darinya,” ungkapnya.

Ia pun mulai belajar membaca al-Qur’an dari Yahya. Di situlah ia benar-benar merasakan perombakan bagaimana membaca Alquran yang benar dengan berbagai tingkat kesulitan ia hadapi. Karena bacaan yang ia miliki sebelumnya harus banyak dikoreksi. “Saya semakin intensif belajar tidak saja al-Qur’an tetapi masalah agama yang lain.  Ia bersyukur justru di Kanada yang Islamnya sangat minoritas justru kesempatannya besar memperdalam agama,” jelasnya.

Pada 1993, Kudang kembali ke tanah air. Semangat belajar Alquran masih sangat kuat hatinya. Ia pun mencari guru di Jakarta. Dan dengan izin-Nya. “Saya bertemu dengan Ustadz KH Ahmad Musyaffa, Alhafidz. Beliau punya sembilan saudara (laki dan perempuan) yang kesemuanya hafal Alquran,” jelasnya.

Kudang merasa nyaman belajar dengan guru baru ini. “Karena saya diperlakukan bukan seperti santri reguler. Saya diberi keringanan dan keleluasan waktu untuk belajar. Mungkin Ustadz Musyafffa mempertimbangkan kalau saya punya profesi dan kesibukan sebagai pengajar dan PNS. Jadi ya diberi diskon,” ucapnya sambil tersenyum.

“Ustadz Musyaffa bilang jam berapa saja saya mau datang ke rumahnyadi Jakarta, beliau siap menerima saya. Pulang ngajar jam 9 malam atau bahkan jam 12 malam, beliau dengan sabar dan tulus menerima. Saya pun tidak menyia-nyiakan kemudahan ini,” kenangnya.

4 Resep Jitu
Ia membocorkan sejumlah resep belajar Alquran yang ia dapat dari gurunya itu. Pertama, belajar Alquran -baik membaca apalagi menghafal- harus berguru. Kedua, musti sabar tidak tergesa-gesa. Ketiga, mohon kepada Sang Pemilik kalimat al-Qur’an, yaitu Allah swt.

Ketiga resep itu, termaktub di ayat 16-19 surat Al Qiyamah. “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya.”

Saat menghafal Alquran, sambungnya, kita harus benar-benar patuh atas perintah guru. “Di sini kesabaran itu diuji. Misalnya sebelum menghafal saya disuruh membaca dengan melihat kitab dan didengar serta dikoreksi bacaan saya hingga 30 juz, dan itu berlangsung sekitar 3 tahun baru saya diperbolehkan mulai menghafal al-Qur’an.  Saya ikuti saja perintah guru,” ujarnya.

Kesabaran ektra sangat dibutuhkan saat menghafal. “Di ayat 16, Allah melarang Nabi saw tergesa-gesa menghafal. Beliau diperintah untuk taat mengikuti Jibril. Karena yang membuat kita hafal dan memperkokoh hafalan itu adalah Allah. Itu janji Allah yang tersurat di ayat 17. Jika Nabi saja dilarang terburu-buru, apalagi kita. Dengan demikian, kepatuhan terhadap guru dan kesabaran kita mengundang pertolongan Allah. Lalu kita berdoa kepada Allah untuk memberi kekuatan menghafal dan menjaganya,” urainya.

Kudang telah membuktikan janji Allah ini. Setelah 4 tahun membaca bin nadzor (melihat lembaran bukan menghafal), ia mulai menghafal. “Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan satu putaran (khatam) dalam 5 tahun. Padahal saat itu saya sudah usia 45 tahun lebih. Dua hari sekali dari Bogor saya ke Jakarta untuk menghadap ustadz. Kalau ada kegiatan kampus atau lainnya, saya usahakan ganti di lain hari,” ucapnya.

“Saat ini saya sudah putaran ketiga,” jelasnya. Mempertahankan bacaan adalah tugas yang terberat. “Kuncinya menyediakan waktu untuk menderes bacaan & hafalan sebanyak dan serutin mungkin dan sekuat menjaga diri dari perbuatan maksiat, itu pesan guru saya. Al-Qur’an adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Tak mungkin keduanya bisa bersatu,” tegasnya.

Ada yang Lebih Tua
Resep terakhir yang ia beberkan adalah memperbanyak hadir dalam majelis Al-quran. “Kita perlu sesering mungkin ikut acara khataman atau majelis Al-quran,” katanya. Atas nasihat gurunya, Kudang mencoba menerapkan acara pengajian & khataman al-Quran tiap pekan sekali di kampus. “Alhamdulillah ternyata ada mahasiswa, dosen dan pegawai yang tertarik dan termotivasi untuk belajar al-Quran bahkan ada yang sampai menghafalnya,” ungkapnya.

“Yang pasti membaca dan mendalami Alquran jangan sampai luntur. Dengan banyak ikut halaqah Al quran akan menambah semangat. Usia bukan halangan untuk menghafal Alquran 30 juz. Saya tidak pedulikan usia, pokoknya terus belajar. Guru saya menceritakan ada seorang ibu yang  mulai belajar menghafal di usia 50 tahun. Dan alhamdulillah dia mampu walau memerlukan 15 tahun,” pungkasnya.

Kita perlu yakin dengan firman-Nya, “Kami telah memudahkan al-Qur'an untuk dipelajari. Maka adakah orang yang mau mempelajarinya?" Ayat itu diulang sebanyak 4 kali di surat al-Qamar, yaitu di ayat 17,22,32, & 40. “Ini menunjukkan penekanan dan dorongan kuat kepada kita bahwa al-Quran dijadikan mudah untuk dipelajari, asalkan  bersungguh-sungguh, istiqomah, dan tertib mengikuti prosedur yang benar,” pungkasnya.{}

PROFIL SINGKAT
Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc

Guru Besar bidang Teknologi Komputer di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) dan Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FAMIPA), IPB.

Menyelesaikan studinya pada strata S1 di IPB tahun 1983, dan strata S2 serta  S3 di Faculty of Computer Science University of New Brunswick Canada pada tahun 1989 dan 1993.  Bidang riset yang ditekuni mencakup Information Engineering, Software Engineering, Intelligent Systems, Distance Learning, Internetworking, Computer-Based Instrumentation & Control Systems.

Sejak menyelesaikan studi doktornya, mendapat amanah untuk menjadi Ketua Departemen Teknik Pertanian IPB (1997-2000), Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Keteknikan Pertanian IPB (2000-2003), Kepala Bagian (Lab) Ergotron( 2008-kini), Kepala Perpustakaan IPB (2003-2007), dan Direktur Komunikasi dan Sistem Informasi IPB (2007-kini).

Terlibat dalam tim desain & implementasi pembentukan Departemen Ilmu Komputer IPB, Program Studi Magister Komputer IPB, Program Studi Manajemen Teknologi Informasi untuk Perpustakaan IPB, pembukaan program Doktoral Jalur Riset Ilmu Keteknikan Pertanian IPB, serta pembentukan rumpun Departemen Teknik di IPB.

Dalam bidang keprofesian, menjabat Ketua HIPI/ ISAI (Himpunan Informatikan Pertanian Indonesia/Indonesian Society of Agriculture Informatics) , presiden AFITA (Asian Federation for Information Technology in Agriculture), dan anggota PERTETA (Perhimpunan Teknik Pertanian/ Indonesian Society of Agricultural Engineering).

Kesempatan menggali ilmu yang sangat berharga adalah kesempatan menimba dan mendalami ilmu agama khususnya Al-Qur’an baik dalam  membaca dan mengkajinya sejak tahun 1996 hingga saat ini. Melalui bimbingan guru-guru yang yang bersahaja (tawadhu’) dalam ketinggian ilmunya yang salah satunya berperingkat hafiz (penghafal Al-Qur’an) tanpa meninggalkan profesi sebagai akademisi, peneliti, dan pendidik.
SUMBER BIODATA:
http://kseminar.staff.ipb.ac.id/biodata/



8 comments:

Anonymous said...

assalamualaikum, tak sengaja searching ttg penghafal al-qur'an, alhamdulillah bertemu dengan blog ini. sungguh cerita yg memotivasi, thanks a lot, salam kenal.

Unknown said...

Assalamu'alaikum..sangat menginspirasi.

Unknown said...

sangat memotivasi saya..terima kasih sudah berbagi

Unknown said...

subhanallaahh

Unknown said...

Subhanallaah...sangat menginspirasi semangat dan tekad yg luar biasa...

Unknown said...

Subhanallaah...sangat menginspirasi semangat dan tekad yg luar biasa...

Unknown said...

Menginspirasi sekali ustadz Oki

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.